Tuban, 5 Juli 2024 – Kasus perceraian dengan salah satu pihak berada di dalam penjara merupakan situasi yang rumit namun tidak jarang terjadi. Proses ini memerlukan penanganan khusus agar tetap sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Artikel ini akan membahas bagaimana proses perceraian jika tergugat berada di dalam penjara, serta landasan hukum yang mengatur hal tersebut.

Kejadian yang Terjadi

Pasangan suami istri, C dan D, menghadapi situasi yang unik. Suami, D, sedang menjalani hukuman penjara karena tindak kejahatan. Istri, C, mengajukan permohonan cerai ke pengadilan agama, namun mengalami kebingungan mengenai prosedur yang harus diikuti mengingat status suaminya sebagai narapidana.

Proses Cerai

  1. Pengajuan Gugatan : Penggugat (istri) mengajukan permohonan cerai di pengadilan agama yang memiliki yurisdiksi, yaitu pengadilan di wilayah tempat tinggal penggugat.
  2. Pemberitahuan kepada Tergugat : Pengadilan akan mengirimkan surat panggilan kepada tergugat di penjara. Panggilan ini harus diterima dan ditandatangani oleh petugas penjara yang kemudian memberikannya kepada tergugat.
  3. Sidang Pengadilan : Jika tergugat berada di penjara dan tidak dapat hadir di pengadilan, sidang tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa alternatif :
  1. Video Conference : Pengadilan dapat menggunakan teknologi video conference untuk memungkinkan tergugat mengikuti sidang dari dalam penjara.
  2. Sidang di Lokasi Penjara : Dalam beberapa kasus, hakim dan pihak terkait dapat mengadakan sidang di lokasi penjara untuk mendengar keterangan dari tergugat secara langsung.
  3. Kuasa Hukum atau Perwakilan : Tergugat dapat menunjuk kuasa hukum atau perwakilan yang hadir di pengadilan atas namanya. Hal ini membantu mempermudah proses persidangan tanpa mengharuskan tergugat hadir secara fisik.
  4. Putusan Pengadilan : Setelah melalui proses persidangan dan mempertimbangkan keterangan dari kedua belah pihak, pengadilan akan memberikan putusan mengenai perceraian tersebut.

Landasan Hukum

Landasan hukum yang mengatur proses perceraian di Indonesia, termasuk ketika tergugat berada di penjara, meliputi :

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Mengatur tentang perceraian dan alasan-alasan perceraian.
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama: Mengatur yurisdiksi pengadilan agama dalam menangani perkara perceraian bagi umat Islam.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 : Merinci pelaksanaan UU Perkawinan, termasuk prosedur perceraian.

Pasal yang Relevan

  1. Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974: Menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tersebut berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan tidak berhasil.
  2. Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 : Menentukan pengadilan mana yang berwenang menangani permohonan perceraian.
  3. Pasal 20 PP No. 9 Tahun 1975 : Menyatakan bahwa perceraian dapat diajukan oleh suami atau istri ke pengadilan di wilayah tempat tinggalnya.
  4. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik : Mengatur penggunaan teknologi dalam proses persidangan.

Dengan memahami ketentuan hukum dan prosedur yang berlaku, pasangan yang menghadapi situasi perceraian dengan salah satu pihak berada di penjara dapat menemukan solusi yang adil dan tepat, serta memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan lancar.

Artikel ini disusun untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai prosedur perceraian ketika salah satu pihak berada di penjara serta dasar hukum yang mengatur proses tersebut. Dengan demikian, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam menghadapi kasus serupa.

 

 

Ditulis oleh : 

Aris Ketua LSM PASUS