Tuban, 25 Agustus 2024 – Mobil siaga desa adalah fasilitas yang disediakan oleh pemerintah desa untuk menunjang kebutuhan masyarakat, terutama dalam keadaan darurat seperti mengantarkan warga yang sakit. Namun, jika mobil ini digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuannya, seperti yang terjadi di Desa Kepoh, Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro, maka ini dapat menimbulkan masalah serius dari segi etika dan hukum. Kasus ini menunjukkan pentingnya pengelolaan aset desa yang transparan dan akuntabel.

Di Desa Kepoh, mobil siaga digunakan untuk mengantarkan orang sakit setelah mengikuti lomba memancing. Namun, mobil ini tidak dikembalikan ke desa setelah tugas selesai. Sebaliknya, mobil tersebut digunakan untuk pergi ke lokasi prostitusi, di mana orang-orang berkumpul untuk makan dan minum, termasuk minuman beralkohol seperti toak. Kepala desa ketika diklarifikasi oleh wartawan memberikan pernyataan yang cenderung membela tindakan oknum tersebut dengan alasan mobil hanya digunakan untuk makan. Namun, bukti foto menunjukkan gelas bambu yang umumnya digunakan untuk minum toak, yang menguatkan dugaan penyalahgunaan aset.

Pengelolaan aset desa harus dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Mobil siaga harus digunakan untuk kepentingan umum dan bukan untuk kegiatan pribadi yang melanggar norma-norma hukum dan moral. Penggunaan aset desa untuk tujuan pribadi tanpa izin atau perencanaan yang jelas adalah pelanggaran etika dan hukum.

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

  • Pasal 26 ayat (4) huruf c : Kepala desa bertanggung jawab untuk “mengelola keuangan dan aset desa.” Ini mencakup pengelolaan mobil siaga secara benar dan sesuai dengan peruntukannya.
  • Pasal 26 ayat (4) huruf d : Kepala desa juga bertanggung jawab untuk “memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa.” Penyalahgunaan aset desa seperti mobil siaga untuk kepentingan pribadi bertentangan dengan tanggung jawab ini dan dapat mengganggu ketertiban masyarakat.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

  • Pasal 2 ayat (2) : Aset desa harus digunakan untuk “menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.” Penggunaan mobil siaga untuk kegiatan di luar peruntukannya, seperti yang terjadi dalam kasus ini, melanggar ketentuan ini.
  • Pasal 4 : Menyebutkan bahwa aset desa harus digunakan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), sehingga setiap penyimpangan dari perencanaan ini merupakan pelanggaran hukum.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

  • Pasal 4 ayat (1) huruf d : Pengelolaan barang milik daerah harus dilakukan dengan prinsip-prinsip tertib, transparan, dan akuntabel. Penyalahgunaan mobil siaga untuk kepentingan pribadi melanggar prinsip-prinsip ini.
  • Pasal 7 ayat (2) : Menegaskan bahwa setiap penggunaan barang milik daerah harus sesuai dengan peruntukannya. Penyalahgunaan mobil siaga yang digunakan untuk kegiatan pribadi dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan ini.

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

  • Pasal 372 KUHP : Mengatur tentang penggelapan, yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Penggunaan mobil siaga untuk kegiatan yang tidak sah, meskipun tidak menghilangkan mobil secara permanen, dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang yang melanggar ketentuan ini jika menyebabkan kerugian bagi desa.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

  • Pasal 12 ayat (1) dan (2) : Menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan dan aset desa harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Penyalahgunaan mobil siaga untuk kepentingan pribadi tanpa izin resmi melanggar prinsip-prinsip ini, berpotensi mengakibatkan tindakan korektif dari instansi terkait, termasuk pengembalian aset atau dana yang disalahgunakan.

Penyalahgunaan mobil siaga desa dapat menimbulkan implikasi hukum yang serius, baik bagi individu yang terlibat maupun bagi pemerintah desa secara keseluruhan. Kasus ini dapat mengarah pada sanksi administratif terhadap kepala desa dan individu yang terlibat. Selain itu, kasus ini dapat memicu penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, serta dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dan pengelolaan aset desa.

Kasus penyalahgunaan mobil siaga di Desa Kepoh menunjukkan pentingnya pengelolaan aset desa yang sesuai dengan hukum dan etika. Transparansi, akuntabilitas, dan penggunaan aset sesuai peruntukannya adalah kunci untuk menjaga integritas pemerintah desa dan kepercayaan masyarakat. Penegakan hukum yang konsisten terhadap penyalahgunaan aset diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan.
(Team Red)