Indonesia, 15 juli 2024, – Aliran kerohanian Sapta Dharma bermula dari pengalaman spiritual yang dialami oleh Bapa Panuntun Agung Sri Gutama, nama lain dari Hardjo sapoero. Pada tanggal 27 Desember 1952, di Pare, Kediri, Jawa Timur, Sri Gutama menerima wahyu pertama saat sedang berada dalam kondisi meditasi. Beliau mendapatkan gerakan spiritual yang mengajarkannya untuk melakukan sujud, salah satu praktik utama dalam ajaran Sapta Dharma.

Pada 13 Februari 1953, Sri Gutama menerima wahyu kedua yang disebut “racut,” yang mengajarkan konsep “mati sajroning urip” (mati dalam hidup), di mana pikiran harus tenang dan menyerah sepenuhnya kepada Tuhan. Wahyu ini memperkenalkan pandangan alam abadi setelah kematian.

Sapta Dharma memiliki tiga ajaran utama: Sujud, Wewarah Tujuh, dan Sesanti. 

  1. Sujud : Ibadah harian yang dilakukan minimal sekali sehari, di mana para pengikut mendekatkan diri kepada Tuhan melalui sikap meditasi.
  2. Wewarah Tujuh : Tujuh petuah hidup yang harus diikuti oleh setiap pengikut, seperti setia kepada Tuhan, menjalankan peraturan negara, membantu sesama tanpa pamrih, dan lain-lain.
  3. Sesanti : Semboyan yang berarti “Di mana saja, kepada siapa saja, warga Sapta Darma harus senantiasa bersinar laksana surya,” yang menggambarkan kewajiban untuk selalu siap membantu siapa saja yang membutuhkan.

Sapta Dharma berkembang pesat dan mendirikan berbagai sanggar sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan spiritual. Sanggar utama adalah Sanggar Candi Sapta Rengga di Yogyakarta dan Sanggar Agung Candi Busana di Pare, Kediri. Di Surabaya sendiri, terdapat sekitar 27 sanggar dengan sekitar 5.000 pengikut.

Dua organisasi penting yang terkait dengan Sapta Dharma adalah Persada Persatuan Sapta Dharma (Persada) dan PUANHAYATI (Persatuan Perempuan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Persada bertujuan untuk mengorganisir kegiatan dan perkembangan ajaran Sapta Dharma, sedangkan PUANHAYATI berfokus pada pemberdayaan perempuan penghayat kepercayaan.

Seperti banyak aliran kebatinan lainnya, Sapta Dharma juga menghadapi berbagai tantangan dan kontroversi. Salah satunya adalah penolakan dan tuduhan sebagai aliran sesat oleh kelompok tertentu. Namun, ajaran ini tetap bertahan dan berkembang dengan terus memperkuat komunitas dan memperluas jangkauan ajaran mereka.

Dengan ajaran yang menekankan pada keluhuran budi dan kedamaian spiritual, Sapta Dharma terus menjadi bagian penting dari keragaman kepercayaan di Indonesia, memberikan alternatif spiritual bagi mereka yang mencari makna hidup di luar agama-agama besar.

Dalam menghadapi era globalisasi yang serba cepat dan penuh tantangan, aliran Sapta Dharma tetap optimis bahwa ajarannya dapat beradaptasi dan memberikan kontribusi positif. Berikut beberapa alasan mengapa optimisme ini muncul:

  1. Nilai Universal : Ajaran Sapta Dharma mengandung nilai-nilai universal seperti cinta kasih, toleransi, dan penghormatan terhadap semua makhluk hidup. Nilai-nilai ini sangat relevan dalam konteks globalisasi yang membutuhkan kerjasama dan saling pengertian antarbangsa.
  2. Keseimbangan Spiritual dan Material : Globalisasi sering kali menekankan pada aspek material dan ekonomi. Namun, ajaran Sapta Dharma mengajarkan pentingnya keseimbangan antara spiritual dan material, yang dapat menjadi panduan bagi masyarakat modern dalam mencari kebahagiaan sejati yang tidak hanya didasarkan pada kemewahan duniawi.
  3. Peran Komunitas : Sapta Dharma memiliki komunitas yang kuat dan solid. Dalam era globalisasi, jaringan komunitas ini dapat diperluas dan diperkuat melalui teknologi informasi, memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas.
  4. Pendidikan Spiritual : Dalam menghadapi perubahan global, pendidikan spiritual yang diajarkan oleh Sapta Dharma dapat menjadi fondasi yang kuat bagi generasi muda untuk tetap berpegang pada nilai-nilai luhur di tengah arus modernisasi.
  5. Adaptasi Teknologi : Sapta Dharma juga menunjukkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Penggunaan media sosial dan platform digital lainnya dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran dan memperluas jangkauan pengaruhnya.

Dengan fondasi nilai-nilai yang kokoh dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, aliran Sapta Dharma optimis bahwa ajarannya akan terus relevan dan memberikan dampak positif dalam menghadapi tantangan globalisasi. Melalui penyebaran nilai-nilai kebajikan dan keseimbangan, Sapta Dharma dapat menjadi salah satu pilar spiritual yang mendukung harmoni dunia di masa depan. (Aris&Mira)