Tuban, 20 Juli 2024,- Penerimaan dan penolakan pelaporan polisi di Indonesia diatur melalui berbagai regulasi yang meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Peraturan Kapolri (Perkap), serta panduan dari buku-buku ahli pidana. Kajian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai mekanisme penerimaan dan penolakan laporan polisi berdasarkan regulasi tersebut.

 

Dasar Hukum Penerimaan Pelaporan Polisi

KUHP merupakan dasar hukum utama yang mengatur tentang tindak pidana di Indonesia. KUHP memberikan landasan mengenai tindak pidana yang dapat dilaporkan ke polisi. Misalnya, Pasal 362 KUHP mengatur tentang pencurian yang merupakan tindak pidana yang dapat dilaporkan.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur prosedur hukum acara pidana, termasuk penerimaan pelaporan polisi. Beberapa pasal penting dalam KUHAP yang mengatur penerimaan laporan adalah :

  • Pasal 4 KUHAP : Menyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui suatu peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana wajib segera melaporkannya kepada pejabat yang berwenang.
  • Pasal 5 KUHAP : Mengatur kewajiban polisi untuk menerima laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana dan memberikan tanda bukti penerimaan laporan.

Perkap memberikan pedoman internal bagi kepolisian dalam menangani pelaporan tindak pidana. Salah satu Perkap yang relevan adalah Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Beberapa poin penting dari Perkap ini meliputi :

  • Pasal 7 Perkap No. 6 Tahun 2019 : Mengatur kewajiban petugas kepolisian untuk menerima setiap laporan atau pengaduan yang diajukan oleh masyarakat.
  • Pasal 8 Perkap No. 6 Tahun 2019 : Menyatakan bahwa setiap laporan atau pengaduan harus dicatat dalam buku agenda harian kepolisian.

 

Dasar Hukum Penolakan Pelaporan Polisi

KUHAP juga mengatur kondisi di mana pelaporan dapat ditolak oleh polisi. Pasal-pasal yang relevan adalah:

  1. Pasal 74 KUHAP : Mengatur bahwa laporan dapat ditolak jika tidak cukup bukti atau jika laporan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
  2. Pasal 9 Perkap No. 6 Tahun 2019 : Mengatur bahwa pelaporan dapat ditolak jika tidak memenuhi syarat formal dan materiel. Syarat formal meliputi identitas pelapor yang jelas dan deskripsi kejadian yang lengkap, sementara syarat materiel meliputi adanya indikasi kuat bahwa peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana.

Para ahli pidana juga memberikan panduan mengenai penerimaan dan penolakan pelaporan polisi. Beberapa referensi penting meliputi :

  • Buku “Hukum Pidana” karya R. Soesilo : Menyatakan bahwa pelaporan tindak pidana harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup agar dapat diproses lebih lanjut.
  • Buku “Asas-asas Hukum Pidana” karya Moeljatno : Menekankan pentingnya prinsip legalitas dalam menerima dan menolak laporan polisi, di mana tindakan polisi harus selalu berdasarkan hukum yang berlaku.

Penerimaan dan penolakan pelaporan polisi di Indonesia diatur secara rinci dalam KUHP, KUHAP, dan Perkap No. 6 Tahun 2019. Proses penerimaan laporan harus memenuhi syarat formal dan materiel yang diatur dalam peraturan tersebut. Penolakan laporan dapat dilakukan jika laporan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan atau jika tidak cukup bukti bahwa tindak pidana telah terjadi. Pandangan dari buku ahli pidana juga memperkuat pentingnya prinsip-prinsip hukum dalam menangani pelaporan tindak pidana.

Referensi :

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
  3. Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
  4. Soesilo, R. “Hukum Pidana.”
  5. Moeljatno. “Asas-asas Hukum Pidana.”

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum dalam memahami mekanisme penerimaan dan penolakan pelaporan tindak pidana.

 

 

Penulis : Aris/ Pimred suarapasus.com