Tuban –, 05 juli 2024 

Proses penerbitan sertifikat tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sumurcinde, Kecamatan Soko, kembali menimbulkan kontroversi. LSM PASUS menemukan sejumlah sertifikat tanah warisan yang dikeluarkan tanpa persetujuan dari semua ahli waris.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, peran kepala desa dalam menyelesaikan perselisihan warga sangat terdefinisi. Pasal 26 Ayat (4) huruf k menyatakan bahwa kepala desa memiliki tanggung jawab “menyelesaikan konflik masyarakat di desa.” Selain itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, Pasal 6 Ayat (3) menjelaskan bahwa kepala desa bertanggung jawab untuk menetapkan dan mengesahkan batas desa, termasuk dalam hal kepemilikan tanah.

Proses registrasi tanah warisan melalui program PTSL diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Registrasi Tanah Sistematis Lengkap. Pada Pasal 14 dijelaskan bahwa panitia adjudkasi PTSL wajib memeriksa kebenaran formal data fisik dan data yuridis alat bukti kepemilikan atau penguasaan tanah jadi pendaftaran tanah yang berasal dari warisan membutuhkan persetujuan dari seluruh ahli waris yang sah. Tanpa persetujuan tersebut, penerbitan sertifikat tanah dapat dianggap bermasalah secara hukum.

Pada tanggal 3 Juni 2024, LSM PASUS telah melakukan klarifikasi kepada pihak desa terkait isu ini. Dalam pertemuan tersebut, pihak desa menyatakan, “Sudah mas, jangan kemana-mana, biar desa yang menyelesaikan dan harap maklum karena keluarga tersebut kebanyakan ‘ora dong’.”Pernyataan ini menunjukkan bahwa pihak desa berencana menangani isu ini secara internal, meskipun terdapat ketidaktahuan di kalangan ahli waris.

Aris, Ketua LSM PASUS, menyampaikan pandangannya mengenai isu ini. “Apapun kronologi internal keluarga dalam registrasi tanah tersebut, adalah perintah undang-undang dan peraturan untuk mendapatkan persetujuan dari seluruh ahli waris. Maka petugas pengumpulan data (puldatan) PTSL wajib melakukan verifikasi dengan teliti sehingga tidak ada pihak yang merugi,”tegas Aris.

Aris juga menyatakan kekecewaannya karena hingga tanggal 5 Juli 2024, isu ini masih belum terselesaikan dan malah semakin kompleks. “Saya akan melakukan investigasi mendalam kepada BPN terkait sejarah tanah tersebut menjadi sertifikat. Jika ditemukan pelanggaran pidana maupun perdata, kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan hukum,”tegasnya.

Kasus ini menegaskan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi kepemilikan tanah. Dengan bantuan dan pendampingan dari LSM PASUS, diharapkan isu ini dapat diselesaikan dengan adil dan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. (S.p)