Kota Tuban, yang dikenal dengan sebutan “Kota Bumi Wali,” kini dihadapkan pada tantangan serius terkait pelanggaran hukum, khususnya dalam sektor distribusi energi. Di Desa Leran Wetan, terdapat dugaan praktik ilegal dalam pengelolaan solar subsidi, di mana seorang individu berinisial B diduga terlibat dalam penjualan solar subsidi kepada pabrik dan kapal dengan harga yang jauh lebih tinggi, yakni nilai non-subsidi.

Praktik semacam ini tidak hanya mencederai integritas sistem distribusi energi, tetapi juga menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Penjualan solar subsidi di luar ketentuan yang berlaku merugikan negara dan masyarakat yang berhak mendapatkan akses energi dengan harga terjangkau. Situasi ini menimbulkan keprihatinan di kalangan akademisi dan praktisi hukum, terutama terkait dengan ketidakadilan dalam penegakan hukum.

Dalam konteks ini, terdapat ketimpangan yang mencolok dalam penindakan hukum. Sementara pelanggaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok kecil sering kali direspons dengan cepat dan tegas, pelaku besar yang memiliki koneksi, seperti B, cenderung lolos dari sanksi. Hal ini menciptakan persepsi bahwa hukum di Tuban diterapkan secara selektif, yang pada gilirannya dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan reformasi dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum, dengan penekanan pada transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak berwenang sangat penting untuk memastikan bahwa semua pelanggaran hukum, tanpa terkecuali, ditindaklanjuti secara adil. Dengan langkah-langkah ini, Tuban dapat memperkuat integritas hukum dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di daerah tersebut. (Team Sp)