Bojonegoro, 4 September 2024 – Dugaan tindak pidana korupsi kembali mencuat dalam proyek infrastruktur pemerintah, kali ini terkait pekerjaan rigid beton di Desa Miyono, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro. Pekerjaan tersebut diduga kuat mengurangi spesifikasi besi wiremesh yang seharusnya digunakan, yang berdampak serius pada kualitas dan ketahanan konstruksi. Akibatnya, kerugian besar diperkirakan dialami oleh negara dan masyarakat yang mengandalkan infrastruktur tersebut.

Dalam proyek rigid beton, wiremesh digunakan sebagai penguat struktur beton agar dapat menahan beban dan tekanan dengan baik. Namun, dugaan pengurangan spesifikasi pada besi wiremesh tersebut dapat menyebabkan infrastruktur menjadi lebih rentan terhadap kerusakan, retak, atau bahkan ambruk dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraan.

Proyek infrastruktur di Desa Wiyono yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan akses dan kesejahteraan masyarakat justru berpotensi membahayakan keselamatan umum akibat praktik-praktik korupsi seperti ini. Pengurangan spesifikasi material tanpa pengetahuan publik adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat.

Temuan ini pertama kali diungkapkan oleh LSM PASUS, yang mendapatkan laporan dari masyarakat setempat mengenai proyek rigid beton tersebut. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, LSM PASUS menemukan indikasi kuat adanya pengurangan spesifikasi besi wiremesh yang sangat penting untuk kekuatan struktur beton. Proyek ini tercatat dalam kode tender 29924244 di LPSE Bojonegoro pada tahun 2023. Laporan masyarakat dan temuan LSM PASUS menegaskan bahwa kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak, yang seharusnya menjadi acuan utama dalam pelaksanaan proyek.

Tindak pidana korupsi dalam proyek ini dapat dikategorikan sebagai tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 . Pasal tersebut menyatakan:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.”

Selain itu, tindakan mengurangi spesifikasi material dalam proyek konstruksi juga melanggar Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mengatur tentang kewajiban penyedia jasa untuk memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam kontrak. Kegagalan untuk memenuhi spesifikasi tersebut dapat berujung pada sanksi administratif, pembatalan kontrak, hingga tuntutan hukum pidana jika terbukti adanya unsur korupsi.

Masyarakat Desa Miyono dan sekitarnya mendesak agar pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka menuntut transparansi dalam pengelolaan proyek-proyek infrastruktur serta pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi.

Jika terbukti bersalah, para pelaku korupsi dalam proyek rigid beton ini tidak hanya akan menghadapi hukuman pidana yang berat tetapi juga harus mengembalikan kerugian yang dialami oleh negara dan masyarakat. Upaya untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil dalam kasus ini diharapkan dapat menjadi peringatan keras bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek pemerintah, bahwa segala bentuk korupsi tidak akan ditoleransi.

Kasus dugaan korupsi ini mengingatkan kita semua tentang pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam melaksanakan proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran negara. Masyarakat berharap agar penegakan hukum berjalan dengan baik sehingga keadilan dapat ditegakkan dan negara tidak dirugikan oleh tindakan-tindakan yang merugikan seperti ini.

(Team.Red)